Line Coding
Line Coding
Line coding merupakan metoda untuk merubah simbol dari sumber
ke dalam bentuk lain untuk ditransmisikan
Line coding merubah pesan-pesan digital ke
dalam deretan simbol baru (ini merupakan proses encoding)
Decoding bekerja kebalikannya yaitu merubah
kembali deretan yang sudah dikodekan (encoded sequence) menjadi pesan aslinya
•
Sistem
yang menggunakan line coding tetapi tidak melibatkan modulasi disebut
sistem transmisi baseband
–
Spektrum
hasil pengkodean tetap berada di dalam rentang frekuensi pesan asli
Tujuan Line
Coding
Merekayasa spektrum sinyal digital agar
sesuai dengan medium transmisi yang akan digunakan
Dapat dimanfaatkan untuk proses
sinkronisasi antara pengirim dan penerima (sistem tidak memerlukan jalur
terpisah untuk clock)
Dapat digunakan untuk menghilangkan
komponen DC sinyal (sinyal dengan frekuensi 0)
◦
Komponen
DC tidak mengandung informasi apapun tetapi menghamburkan daya pancar
Line coding dapat digunakan untuk
menaikkan data rate
Beberapa teknik line coding dapat
digunakan untuk pendeteksian kesalahan
•
Pada
contoh di atas, setiap 2 bit data dikodekan ke dalam 4 level simbol
•
Jadi
bit rate akan menjadi dua kali dari bit baud rate
•
Berdasarkan
level sinyal yang digunakan, line coding dapat dikatagorikan sbb.:
•
Unipolar
: menggunakan level +v, 0
•
Polar
(antipodal) : menggunakan level +v, -v
•
Bipolar
(pseudoternary): menggunakan level +v, 0, -v
Line coding yang
akan bahas
NRZ
RZ
AMI
HDB3
CMI
Manchester
Differential Manchester
B8ZS
nBmB
Non Return to Zero
(NRZ)
Bit “1” dinyatakan oleh “high signal”
selama perioda bit
Bit "0" dinyatakan oleh “low signal” selama perioda bit
Kelemahan:
◦
Tidak
ada informasi timing di dalam bentuk sinyal sehingga sinkronisasi bisa hilang
bila muncul deretan 0 yang panjang
◦
Spektrum
NRZ mengandung komponen DC
Varian dari NRZ:
◦
NRZ-L
(Non-Return-to-Zero-Level) : Level konstan selama perioda bit
◦
NRZ-I
: (Non-Return-to-Zero-Invert on ones): bit “1” dikodekan dalam bentuk transisi
sinyal (dari high-ke-low atau low-ke-high), sedangkan “0” dikodekan dengan
tidak adanya transisi sinyal
◦
NRZ-M
(Non-Return-to-Zero-Mark): level berubah bila ada bit “1”
◦
NRZ-S
(Non-Return-to-Zero-Space): level berubah bila ada bit “0”
NRZ bisa unipolar maupun polar
Spektrum NRZ
Return to Zero
(RZ)
Bit "1" dinyatakan oleh “high signal” selama setengah
perioda bit dan dinyatakan oleh “low signal”
pada seengah perioda bit berikutnya
◦
Memungkinkan
pengambilan informasi clock bila ada deretan 1 yang panjang
Kelemahan
◦
Bandwidht
yang diperlukan dua kali NRZ
◦
Sulit
mengambil informasi clock bila ada deretan nol yang panjang
◦
Mengandung
komponen DC
AMI (Alternate Mark Inversion)
•
Pseudoternary code
–
Bit
"0" dinyatakan sebagai
level nol
–
Bit "1"
dinyatakan oleh level positif dan
negatif yang bergantian
•
Karakteristik
sinyal hasil pengkodean AMI
–
Tidak
memiliki komponen DC (kelebihan)
–
Tidak
memecahkan masalah kehilangan sinkronisasi bila terdapat deretan nol yang
panjang
HDB3
Berbasis kode AMI
Jumlah nol berurutan yang diperbolehkan
maksimum 3
Ide dasar: mengganti empat nol berurutan
menjadi "000V" atau
"B00V"
◦
"V" adalah pulsa yang menyalahi aturan AMI mengenai perubahan polaritas yang
berurutan
Aturan penggunaan "000V" atau "B00V" adalah sbb:
◦
"B00V" digunakan jika sampai pulsa sebelumnya, sinyal mengandung komponen DC
(yaitu jumlah pulsa negatif dan pulsa positif tidak sama)
◦
"000V" digunakan jika sampai pulsa sebelumnya komponen DC adalah nol (jumlah pulsa
negatif sama dengan jumlah pulsa positif
◦
Polaritas
pulsa "B", yang
patuh pada aturan AMI, bisa
positif atau negatif dengan tujuan menjamin dua pulsa V berlawanan polaritas
CMI (Coded Mark Inverted)
Berbasis AMI
Digunakan pada transmisis kecepatan tinggi
Bit “1” dikirimkan sesuai dengan aturan
AMI yaitu bila ada dua “1” berurutan maka pulsa yang menyatakan keduanya harus
berbeda polaritas
Bit “0” dinyatakan oleh pulsa dengan
setengah perioda pulsa pertama dinyatakan oleh tegangan negatif sedangkan
setengah perioda pulsa berikutnya dinyatakan oleh tegangan positif
Kode CMI memiliki karakteristik berikut:
◦
Menghilangkan
spektrum sinyal pada frekuensi yang sangat rendah
◦
Clock
dapat direcovery dengan mudah
◦
Bandwidth
lebih lebar daripada AMI
B8ZS
Berbasis AMI
Jika ada 8 nol berurutan dan pulsa
sebelumnya merupakan pulsa positif maka semua nol itu dikodekan menjadi 000+-0-+
Jika ada 8 nol berurutan dan pulsa
sebelumnya merupakan pulsa negatif maka semua nol itu dikodekan menjadi 000-+0+-
Ada dua pulsa yang melanggar aturan AMI
Manchester
Bit “1” dinyatakan oleh pulsa yang setengah prioda
pertamanya memiliki level high dan setengah perioda sisanya memiliki level low
Bit “0” dinyatakan oleh pulsa yang setengah perioda pertamanya memiliki level low
dan setengah perioda sisanya memiliki level high
Jadi setiap bit dinyatakan oleh pulsa-pulsa
yang berganti level pada pertengahan bit
Karakteristik Manchester coding:
◦
Timing recovery mudah
◦
Bandwidth
lebar
Differential
Manchester
Setiap bit dinyatakan oleh pulsa-pulsa
yang berubah level di pertengahan bit
Bit “1” dikodekan dengan tidak adanya
transisi level di awal bit
Bit “0” dikodekan dengan adanya transisi
level di awal perioda bit
mBnB
Memetakan satu blok informasi yang terdiri
dari m bits ke dalam n
bits
n > m ; biasanya n = m+1
Manchester
code dapat dilihat sebagai kode 1B2B
4B5B
digunakan pada FDDI
8B10b
digunakan pada Gigabit
Ethernet
64B66B
digunakan pada 10G Ethernet
#sekian semoga bermanfaat
#terimakasih :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar